Tulus adalah sikap atau perbuatan yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan. Saat seseorang bersikap tulus, berarti dia rela menerima segala akibat dari sikap tulus yang dia perbuat. Tulus tidak cukup diungkapkan dengan kata-kata, tapi tumbuh dalam jiwa, dalam hati kita.
Pernahkah kalian mendengar orang mengatakan “Dia melakukannya dengan tulus” atau “Dia memang orang yang tulus”. Kalimat-kalimat ini sering kita dengar dari seseorang ketika orang itu sedang dalam posisi terbantu. Namun apakah orang ini tahu apa yang telah ia katakan? Apakah orang ini tahu apa yang dimaksud sikap tulus yang sesungguhnya?
Kita sendiri pun tak jarang melakukan hal yang sama. Saat kita akan, sedang, ataupun telah melakukan suatu hal, terkadang dengan mudahnya kita mengucapkan “Saya tulus melakukannya”. Kalimat itu memang mudah diucapkan namun yakinkah kita pada hati kita sendiri bahwa kita telah benar-benar tulus melakukannya? Ketika kita menyanggupi suatu hal dan bersedia melakukannya dengan tulus, maka pada saat timbul keraguan ataupun ketidakmampuan di hati kita ketulusan itu akan mati.
Kemudian kita lihat dalam suatu hubungan yang rusak. Pada awalnya kedua orang saling mengucapkan ketulusan cinta mereka. Tapi pada suatu waktu mereka bertengkar dan memutuskan untuk berpisah. Disini ketulusan pun dipertanyakan. Kemanakah hilangnya ketulusan cinta itu?
Menolong dengan tulus adalah salah satu hal yang sulit dilakukan. Pernahkah saat kalian meminta pertolongan, orang yang kita mintai pertolongan itu meminta imbalan? Kita ambil sebuah contoh sederhana “Bolehkah aku minta tolong? Antarkan aku ke rumah teman” lalu orang itu menjawab “Boleh, tapi nanti isikan bensin motorku ya”. Ini bukanlah sikap yang tulus. Mengharapkan imbalan bukanlah sikap yang tulus walau sekecil apapun imbalannya.
Saat kita mencintai seseorang, bisakah kita mencintai orang tersebut dengan tulus? Tapi seperti apakah cinta yang tulus itu? Sebuah kutipan menyatakan “Cinta yang tulus adalah cinta yang berani terbang meski tahu akan terjatuh, berani berharap meski tahu akan kecewa, berani mencintai meski tahu akan terluka dan berani berkorban meski tahu akan sia-sia”. Mencintai dari hati yang terdalam dengan tulus tanpa mengharapkan hal-hal lain dan rela menerima konsekuensi apapun. Itulah ketulusan dalam cinta.
Lalu darimanakah kita dapat melihat ketulusan yang sesungguhnya? Contoh yang paling dekat adalah Ibu kita sendiri. Pikirkanlah, mereka mengandung kita selama 9 bulan lamanya. Mereka melahirkan kita dengan susah payah bahkan menjadikan nyawa mereka sendiri sebagai taruhannya. Setelah itu mereka merawat kita dari sejak bayi hingga kita dewasa. Apapun mereka lakukan demi anaknya agar dapat tumbuh menjadi seorang manusia yang baik. Pernahkah mereka meminta imbalan pada kita? Tidak pernah bukan? Mereka melakukan itu semua dengan tulus, karena mereka mencintai kita, menyayangi kita.
Sikap tulus atau menumbuhkan ketulusan dalam hati kita memang sangat sulit. Tapi kita harus bisa memiliki ketulusan itu. Karena banyak sekali hal positive yang akan kita dapatkan dari suatu ketulusan. Dengan menolong orang secara tulus kita dapat merasakan betapa berartinya suatu ketulusan. Dengan mencintai seseorang secara tulus kita dapat merasakan betapa indahnya suatu ketulusan. Dengan itu semua, setelah kita mengetahui ketulusan yang sesungguhnya kita akan menyadari betapa berharganya suatu ketulusan.